Senin, 05 Januari 2015

Worm charming (kebudayaan inggirs)

Worm Charming merupakan tradisi untuk berburu cacing tanah dengan cara yang unik. Pesertanya diharuskan mematuhi 18 peraturan yang ada. Setiap peserta hanya memiliki daerah 3x3 meter kuadrat dan untuk memancing cacing keluar tidak boleh menggunakan obat-obatan dan air. Mereka boleh menggunakan musik, bernyanyi ataupun menari agar tercipta getaran-getaran dalam tanah yang memancing cacing-cacing tersebut keluar selama 30 menit. Pertama kali kompetisi ini berlangsung pada tahun 1980 di desa Nantwich, Chesire. Yang pertama kali memperkenalkan worm charming adalah Tom Shuffelbotham seorang warga lokal Nantwich pada 5 juli 1980. Biasa perayaan ini diadakan sekitar bulan juli




sumber: id.wikipedia.org

Minggu, 04 Januari 2015

Puisi



Kasih kumerindu

Karya : Ahmad Fahrudin SH


Oh kasih , malam ini kembali kupeluk dingin,bisik hujan dan dongeng masa lalu
Rintik hujan ceritakan kasih tentang kerinduanku
Oh kasih , kuharap malam ini kau masih terjaga
Rela menunda lelapmu
Mendengar rintik hujan dikala malam ,layaknya gairahku dalam rindu
Oh kasih , tidakkah kaulihat hujan ini
Tiap tetesnya melambangkan rindu
Terimakasih wahai hujan
Mewakili perasaanku dalam merindunya

Puisi



Merantaulah

Karya : Ahmad Fahrudin SH


Merantaulah,agar kamu tahu bagaimana rasanya rindu
Dan kemana engkau harus pulang
Merantaulah,engkau kan tahu betapa berharganya waktu bersama keluarga
Merantaulah,engkau kan mengerti alasan mengapa kau harus kembali
Merantaulah,akan tumbuh cinta yang pernah hadir sebelumnya pada kampungmu,
Pada mereka yang kau tinggalkan
Merantaulah,engkau kan lebih paham kenapa orang tuamu berat melepasmu
Merantaulah,engkau kan lebih mengerti arti perpisahan
Merantaulah,semakin jauh tanah rantauan semakin jarang pulang
Semakin terasa berharganya pulang

Pantun



Pa haji tonggar minum jamu
Jamu yang diminum jamu mba suku
Dengarlah,aku sangat merindukanmu
Oh wahai engkau kekasihku



Bu maesaroh lagi bikin kolak
Kata pak jamal kalaknya rasa jamu
Walaupun engkau menolak
Aku tetap menyukaimu



Lemari kayu yang makin rapuh
Biasa untuk menyimpan buku
Dimataku kau memang jauh
Tapi sangat dekat dihatiku

Bebentengan




Bebentengan, salah satu permainan tradisional ini dulu sangat diminati oleh anak-anak untuk mengisi waktu libur atau hanya sekadar menghilangkan rasa penat. Bebentengan, di beberapa daerah sering kali dikenal sebagai rerebonan di daerah Jawa Barat, sedangkan di daerah lain juga dikenal dengan nama prisprisan,omer, jek-jekan. Bebentengan sendiri berasal dari kata benteng atau pertahanan. Kata bebentengan adalah Dwipurwa (pengulangan suku kata pertama) dengan memakai akhiran  an yang artinya menyerupai atau berbuat seperti atau bukan sebenarnya. Permainan bebentengan mempunyai relevansi dengan kehidupan masyarakat Indonesia pada zaman penjajahan Belanda dahulu. Pertahanan Indonesia terhadap Belanda menggunakan benteng yang akhirnya benteng tersebut dianalogikan terhadap kehidupan anak-anak lalu lahirlah istilah bebentengan untuk sebutan permainan tradisional ini. Menurut Yayat Sudaryat, Guru Besar Sastra Universitas Pasundan Bandung mengatakan bahwa permainan bebentengan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dahulu.
            “Bebentengan sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dahulu. Jika bebentengan pada zaman itu sebagai strategi pertahanan Indonesia terhadap gempuran penjajah Belanda, maka pada zaman sekarang bebentengan sebagai permainan yang maksud permainannya tak jauh beda dengan zaman dahulu, yaitu mempertahankan pertahanan dari serangan musuh,” jelas Yayat.
Persiapan
            Awal mula permainan ini ialah anak-anak yang akan ikut bermain berkumpul di lapangan atau tanah kosong yang cukup luas, kira-kira seluas lapangan bulu tangkis. Kemudian anak-anak yang akan ikut bermain dibagi menjadi dua kelompok yang sama rata, bila kelompok pertama berjumlah empat orang maka kelompok kedua juga berjumlah empat orang. Biasanya pembagian kelompoknya dibagi dengan cara suit atau pun hom pim pah.
Peralatan
            Pada permainan bebentengan ini para pemain tidak memerlukan alat-alat khusus, cukup lahan kosong untuk menjadi pijakan dan batas antara kedua kubu kelompok masing-masing. Kedua kelompok membuat markas bebentengannya saling berjauhan, biasanya di sudut lapangan. Misalnya kelompok pertama di sudut barat maka kelompok yang kedua di sudut timur.
Peraturan
            Setiap personil pada kedua kubu harus menyentuh benteng. Hal ini menandakan bahwa status personil tersebut adalah baru. Kalau dia agak lama tidak menyentuh benteng, maka status personil tersebut akan disebut lamo. Personil yang berstatus lamo, dapat dikejar, diburu, dan ditawan oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru. Jika seorang lamo sedang berada atau berlari di luar benteng dapat menjadi tawanan lawan jika disentuh oleh personil dari benteng lawan yang berstatus baru.
            Personil yang menjadi tawanan akan berdiri bergandengan di dekat benteng lawan yang menawannya. Para tawanan tidak dapat lagi bebas memburu atau menyerang sampai mereka dapat dibebaskan. Para tawanan dapat dibebaskan oleh teman dari bentengnya dengan cara menyentuh teman-temannya yang menjadi tawanan tersebut.
Permainan
            Awal mula permainan ini dimulai dengan majunya atau menyerangnya dari salah satu personil tiap kubu salah satu benteng untuk menantang musuh permainannya. Personil dari lawan mainnya kemudian balik menyerang dan mengejar musuhnya. Dari sana para pemain yang maju saling mengejar dan menghindar satu sama lainnya. Jika seorang lamo yang maju kemudian ditangkap atau disentuh oleh lawan mainnya maka dia menjadi tawanan musuhnya.
            Seorang lamo berusaha mengejar dan menghindar dari lawan mainnya supaya tak jadi tawanan musuhnya dan para personil yang berada pada markas bentengnya dapat bergantian secara bergiliran untuk maju menyerang musuhnya. Demikian seterusnya sehingga terjadi saling kejar mengejar antar personil kedua benteng.
            Pada sela-sela permainan sering terjadi kehabisan personil karena ditawan dan bentengnya dikepung oleh lawannya. Lawan pengepung ini dapat membebaskan teman-temannya yang juga menjadi tawanan dan dijaga oleh personil di benteng lawannya. Setelah dibebaskan, para mantan tawanan ini dapat turut mengepung benteng lawannya. Sisa personil dari benteng yang terkepung dapat mengejar para pengepung yang berstatus lamo untuk mempertahankan bentengnya, atau balik mengirim penyerang ke benteng pengepung jika benteng para pengepung tidak menjaganya.
Akhir Permainan
            Satu kelompok dapat memengankan permainan jika salah satu personil mereka dapat menyentuh benteng lawan tanpa disentuh oleh lawan yang mempertahankan benteng yang diserang tersebut. Setelah ada yang menang dan kalah, maka permainan selesai dan dapat dimulai kembali permainan bebentengantersebut dari awal.

Sumber :  Ketua Umum LPM Unpas Bandung yang hampir beres J
Sekjen Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung 2013-2014

Rumah adat uma yang hampir punah



Belakangan banyak situs sejarah di negara ini yang sudah tidak terurus dengan baik oleh negara maupun masyarakat adat itu sendiri. Hal ini banyak disebabkan oleh perkembangan jaman yang tidak diiringi kemajuan di daerah terpencil dimana biasanya terdapat benda-denda yang mempunyai nilai sejarah tinggi untuk dilestarikan. Selain itu masyarakat tradisional didaerah terpencil ada yang terbentur oleh peraturan negara, dijadikannya hutan yang sudah lama didiami penduduk setempat sebagai hutan lindung. Masyarakat daerah terpencil biasanya membangun rumah masih menggunakan berbagai macam kayu dari hutan langsung, namun karena hutannya sudah dijadikannya hutan lindung oleh negara hal itu membuat mereka tidak bisa menebang pohon sembarang seperti dulu kala.
Di Sumatera Barat tepanya di Dusun Ugai, Desa Madobag, Kabupaten Kepulauan Mentawai dan butuh waktu 4 hingga 5 jam untuk mencapai lokasi tersebut menggunakan sampan bermesin, terdapat rumah adat yang ditinggali oleh beberapa keluarga seperti rumah adat tradisional pada umumnya di Indonesia ini disebut uma. Uma kini terancam punah karena termakan oleh waktu sehingga terlihat tidak kokoh lagi seperti dahulu. Uma yang terbuat dari lima jenis kayu, yaitu meranti putih, gaharu, pohon enau, bambu, rotan, atap rumbia, dan kayu ribuh untuk tiang penopangnya.
Sayangnya hal ini tidak didukung sepenuhnya oleh pemerintahan daerah setempat. Bahkan tahun 1980-an pemerintaha menganjurkan masyarakat tradisional Mentawai yang sudah menikan untuk meninggalkan uma dan membangun rumah sendiri yang lebih kecil. Sejak itu pula fungsi dari uma itu sendiri hanya untuk dijadikan tempat upacara adat.
Jelas pemerintah tidak mendukung rakyatnya untuk tidak membudidayakan kebudayaan Mentawai yang sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun bahkan sebelum para pejabat pemerintahan itu lahir. Sunggunh disayangkan kebudayaan Indonesia yang terkenal sangat banyak karena dipisahkan oleh lautan ini harus hilang didepan mata rakyatnya sendiri karena ketidakpedulian pemerintah jaman sekarang dalam melestarikan budaya yang terancam punah. Apalah artinya sebuah negara tanpa budaya yang punya nilai sejarah tinggi untuk diperkenalkan kepada anak dan cucu kita nantinya. Tidak ada negara yang tidak mempunyai budaya didunia ini.

(sumber:Kompas)