PENDAHULUAN
Kecelakaan,
hakekatnya merupakan peristiwa yang tidak terduga dan pasti tidak diharapkan
oleh siapapun juga. Kejadian yang tidak terduga tersebut, jelas bukan merupakan
suatu bentuk kesengajaan dan tidak direncanakan lebih dahulu. Pada peristiwa
kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja, selalu akan berkaitan dengan
hubungan kerja, yakni sebagai akibat pekerjaan atau pada waktu melaksanakan
suatu pekerjaan, termasuk juga kecelakaan yang menimpa tenaga kerja dalam
perjalanan menuju atau pulang dari tempat kerja.1
Kecelakaan juga
timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa faktor. Faktor yang paling utama
adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri.
Menurut ILO, setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan.2 Sekitar 300.000 kematian
terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit
akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat
hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.3
Timbulnya
kecelakaan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor
manusia atau pekerja dan faktor lingkungan. Faktor manusia memegang peranan
penting didalam terjadinya kecelakaan kerja sedangkan dari segi lingkungan
temperatur yang ada di tempat kerja dipercaya sebagai salah satu penyebab
terjadinya kecelakaan kerja, suhu dilingkungan seperti pertambangan yang
memiliki temperature 850F
dilaporkan mengalami kecelakaan kerja tiga kali lebih besar dibanding
perusahaan/tempat kerja yang memiliki suhu dibawahnya.4
Tambang pasir di
Desa pegiringan termasuk dalam jenis pertambangan golongan C dengan jumlah
pekerja mencapai 343 orang, yang dikelola oleh masyarakat sekitar dan tanpa
adanya campur tangan dari pemerintah daerah. Pasir yang dihasilkan
dipertambangan ini terkenal memiliki kualitas yang baik karena tidak tercampur
dengan banyak tanah. Pertambangan ini masuk dalam jenis pekerjaan informal
karena tidak berbadan hukum, siapapun boleh memasuki area tambang tanpa adanya
izin dari pengelola, ketrampilan diperoleh dari luar sekolah. Dalam
pengerjaannya tugas dibagi menjadi 3 bagian yaitu pekerja yang bertugas
mengeruk tanah bagian atas dan bagian yang lain adalah mengeruk material pasir
dibagian bawah, dan menaikan material ke atas truk pengangkut. Pekerja dibagian
bawah termasuk dalam pekerjaan yang berbahaya karena cenderung terjadi
kecelakaan seperti tertimpa batu dan tanah dari bagian atas yang sewaktu-waktu
dapat longsor dan menimpa pekerja di bagian ini. Dari 2 kejadian kecelakaan
terakhir pada tahun 2013 ini semuanya dialami oleh pekerja dibagian bawah yaitu
yang bertugas mengeruk material pasir, umumnya kejadian terjadi secara
tiba-tiba karena tanah dibagian atas longsor dan menimpa pekerja dibawahnya.
Berdasarkan
survei awal yang dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2013 diperoleh hasil bahwa 8
dari 10 responden yang diwawancarai mengaku pernah mengalami kecelakaan seperti
terluka karena kondisi peralatan kerja yang sudah tidak layak untuk digunakan,
contoh kasus lainnya yaitu tertimpa material batu atau tanah namun hal itu
dianggap biasa dan hanya menimbulkan luka lebam pada bagian kepala. kecelakaan
di tambang ini sering terjadi dengan kurun waktu 1 sampai 2 minggu sekali dan
dengan jenis kecelakaan yang sama yaitu tertimpa
material galian. Hal ini
perlu adanya usaha untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan
kecelakaan kerja berdasarkan karakteristik pekerja seperti umur, masa kerja,
perilaku berbahaya serta berdasarkan kondisi lingkungan sehingga kecelakaan
kerja di area pertambangan pasir gali di desa Pegiringan dapat diketahui
penyebabnya dan dapat dicegah, diturunkan bahkan dihilangkan angka kejadian
kecelakaan tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah
untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan
kerja pada pekerja tambang pasir gali di Desa Pegiringan
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian
ini adalah penelitian analitik kuantitatif yaitu menganalisis hubungan antara
variabel bebas (umur, masa kerja, peralatan kerja, perilaku berbahaya dan
praktik penggunaan APD) dengan variabel terikat (kejadian kecelakaan) Pada
penelitian ini dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan, sedangkan
metode penelitian adalah survei yakni peneliti melakukan pengambilan sampel
dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data
Pendekatan dalam penelitian ini adalah cross
sectional dimana variabel bebas dan terikat diukur secara bersamaan.
Sampel yang di
teliti adalah 56 responden dari jumlah seluruh populasi 343. Metode yang
digunakan untuk analisis data adalah Uji Person
Product Momen dan Uji Independent t
test.
HASIL PENELITIAN
Responden
dalam penelitian ini adalah pekerja tambang pasir gali di Desa Pegiringan
Kabupaten Pemalang. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 56 reponden
dari total seluruh populasi 343.
1.
Karakteristik responden
Tabel 1
Karakteristik pekerja
(umur,masa kerja)
|
Variabel
|
Mean
|
Min
|
Max
|
SD
|
|
|
|
|
|
|
|
Umur
(tahun)
|
42
|
24
|
59
|
8.2
|
|
Masa kerja (tahun)
|
5.9
|
5
|
7
|
0,7
|
|
|
|
|
|
|
Dari
tabel 1 diketahui bahwa umur termuda adalah 24 tahun dan yang paling tua adalah
59 tahun. Sedangkan rata-rata pengalaman pekerja adalah paling rendah 5 tahun
dan paling lama 7 tahun.
2.
Peralatan Kerja
Tabel 2
Distribusi
Frekuensi Peralatan Kerja Responden
Peralatan
Kerja
|
Jumlah
|
%
|
Menggunakan cangkul
|
38
|
67,9
|
Menggunakan linggis
|
18
|
32,1
|
Jumlah
|
56
|
100
|
Dari
tabel 2 menunjukkan bahwa cara kerja terbanyak pada responden adalah
menggunakan cangkul yaitu sebesar 67,9%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian
besar responden menggunakan alat bantu kerja berupa cangkul dalam menambang
pasir.
3.
Perilaku Berbahaya
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Perilaku Berbahaya
Perilaku Berbahaya
|
Frekuensi
|
%
|
|
|
|
Membahayakan
|
27
|
48,2
|
Tidak membahayakan
|
29
|
51,8
|
|
|
|
Jumlah
|
56
|
100
|
|
|
|
Dari
tabel 3 diperoleh bahwa sebagian besar responden menunjukkan perilaku yang
tidak membahayakan sebesar 51,8%. Dengan demikian, tindakan sebagian besar
responden tidak membahayakan dirinya sendiri ataupun pekerja lain.
4.
Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Tabel 4
Distribusi
Frekuensi Praktik Penggunaan APD
|
Praktik Penggunaan APD
|
Frekuensi
|
%
|
|
|
|
|
|
Baik
|
39
|
69,6
|
|
Kurang
|
17
|
30,4
|
|
|
|
|
|
Jumlah
|
56
|
100
|
|
|
|
|
Dari
hasil distribusi frekuensi tentang praktik penggunaan APD diperoleh data bahwa
sebagian besar responden menunjukkan praktik yang baik sebesar 69,6%. Dengan
demikian, tindakan sebagian besar responden baik dalam menggunakan APD selama
bekerja.
5.
Kejadian Kecelakaan Kerja
Kejadian
kecelakaan kerja dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sering dan jarang. Hasil
uji normalitas data kejadian kecelakaan kerja diperoleh nilai p = 0,359 (p >
0,05), sehingga data berdistribusi normal.
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kejadian Kecelakaan Kerja
Kejadian Kecelakaan
|
Frekuensi
|
%
|
Kerja
|
|
|
|
|
|
Sering
|
29
|
51,8
|
Jarang
|
27
|
48,2
|
|
|
|
Jumlah
|
56
|
100
|
|
|
|
Dari
tabel 4.7 diperoleh bahwa sebagian besar responden sering mengalami kecelakaan
kerja sebesar 51,8%. Dengan demikian, sebagian besar responden sering mengalami
kejadian kecelakaan di tempat kerja yang tidak diinginkan, tidak terduga-duga,
tanpa terdapat unsur kesengajaan/perencanaan dan merugikan terhadap manusia
dalam periode 6 bulan terakhir.
6.
Hubungan antara umur, masa kerja, peralatan
kerja, perilaku berbahaya,
praktik
penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja
Tabel 6
Hasil Analisis Bivariat Korelasi Pearson Product Moment dan Independent t test
|
No
|
Variabel Bebas
|
|
Variabel Terikat
|
|
|
|
|
|
Kecelakaan kerja
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
rxy
|
Nilai p
|
Keterangan
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
|
Umur
|
-0,318
|
0,017
|
Ada hubungan
|
|
2.
|
Masa kerja
|
-0,317
|
0,017
|
Ada hubungan
|
|
3.
|
Perilaku berbahaya
|
0,343
|
0,010
|
Ada hubungan
|
|
4.
|
Praktik penggunaan APD
|
0,373
|
0,005
|
Ada hubungan
|
|
5.
|
Peralatan kerja
|
1,539
|
0,130
|
Tidak ada beda
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan
tabel 6 diketahui
ada hubungan antara
umur, masa kerja,
perilaku berbahaya, praktik penggunaan APD
dengan kejadian kecelakaan kerja
pada pekerja tambanh pasir gali di Desa Pegiringan Kabupaten Pemalang,
sedangkan pada variabel peralatan kerja
diketahui tidak ada beda yang signifikan
antara peralatan kerja yang
digunakan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir gali di
Desa Pegiringan kabupaten Pemalang.
PEMBAHASAN
Menurut
three main factor theory, kecelakaan
dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu faktor pekerjaan, faktor manusia, dan
faktor lingkungan. Selain ketiga faktor tersebut dapat ditambahkan tentang
faktor yang berhubungan kejadian kecelakaan kerja seperti penggunaan APD pada
tenaga kerja.5
Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar responden sering mengalami kecelakaan
kerja sebesar 51,8%. Hal ini berarti sebagian besar responden sering mengalami
kejadian kecelakaan di tempat kerja yang tidak diinginkan, tidak terduga-duga,
tanpa terdapat unsur kesengajaan/ perencanaan dan merugikan terhadap manusia
itu sendiri. Hal ini didukung dengan jawaban responden yang menunjukkan jenis
kecelakaan yang terjadi yaitu terpeleset/tersandung 3 kali (37,5%) dan terjatuh
3 kali (33,9%). Berdasarkan sifat kecelakaan kerja, responden mengalami luka sayat/iris
(58,9%) dan terkilir (55,4%), sedangkan ditinjau dari bagian yang terkena
kecelakaan kerja lebih banyak dialami pada bagian kaki (51,8%), tangan (50,0%)
dan lengan (50,0%).
1.
Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kecelakaan
Kerja
Dari hasil penelitian
diketahui ada hubungan antara umur dengan kejadian kecelakaan kerja pada
pekerja tambang pasir gali.
Umur seorang pekerja dapat
dikaitkan dengan pengalaman kerja dalam hal mempergunakan macam-macam alat-alat
pekerjaan, dimana semakin tua usia
seseorang maka pengalaman
kerja itu sangat penting peranannya bagi peningkatan pencegahan kecelakaan
kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handayani, Wibowo dan
Suryani (2010) yang berjudul “Hubungan antara
Alat Pelindung Diri, Umur dan Masa
Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bagian Rustic di PT. Borneo
Melintang Buana Eksport
Yogyakarta”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada hubungan antara umur
dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian Rustic PT. Borneo Melintang Buana Eksport
Yogyakarta, hal ini dapat diketahui dari nilai P = 0,017 < 0,05 menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan (nyata) antara umur dengan kecelakaan kerja.
Hasil penelitian
ini menunjukkan golongan usia muda yang mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi,
hal ini disebabkan karena kelalaian dan kecerobohan dari pekerjaannya.5
Menurut Handoko,
semakin tua umur seseorang maka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan
yang dilakukannya. Alasan yang melatarbelakangi antara lain
pengharapan-pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian yang lebih baik
terhadap situasi kerja karena pengalaman yang dimiliki. Sedangkan pada pekerja
yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan karena berbagai pengharapan yang
lebih tinggi dan kurangnya penyesuaian diri. Efek dari ketidakkepuasan kerja
dapat dilihat dari tingkah laku pekerja ketika bekerja, yaitu cenderung ceroboh
dan lalai dalam tugas.6
2.
Hubungan antara Masa Kerja
dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
Hasil
penelitian menunjukan ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan
kerja pada pekerja tambang pasir gali.
Menurut
Suma’mur, pengaruh masa kerja dan pengalaman terhadap kejadian kecelakaan sulit
untuk menarik kesimpulan karena faktor yang berbeda-beda yang mempengaruhi
terjadinya kecelakaan. Tenaga kerja yang sudah berpengalaman dan sudah lama
menggeluti pekerjaannya akan lebih mudah dalam pengenalan lingkungan sehingga
lebih berhati-hati dalam bekerja.7
Internasional
Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa masalah usia dan masa kerja merupakan
faktor kunci penyebab kecelakaan tetapi harus diingat pula bahwa tingginya usia
tidak otomatis dapat disamakan dengan banyaknya masa kerja. Studi di Amerika
serikat menunjukan bahwa kurangnya pengalaman kerja merupakan faktor terpenting
dalam penyebab kecelakaan.8
Hasil penelitian ini menunjukan semakin tinggi masa kerja maka semakin rendah
terjadi kecelakaan
3. Hubungan antara Peralatan
Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
Berdasarkan
hasil uji diketahui nilai t hitung adalah sebesar 1,539 sedangkan nilai
signifikannya adalah 0,130 ini menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara antara menggunakan cangkul dengan menggunakan linggis dengan kejadian
kecelakaan kerja.
Cara
kerja berkaitan erat dengan pemanfaatan peralatan kerja yang digunakan. Penggunaan
alat-alat tersebut tidak selamanya selaras dengan keahlian dan keterampilan
tenaga kerja yang mengoperasikannya. Semakin kompleksnya peralatan dan semakin
canggihnya penerapan teknologi dan proses industri yang
berlangsung, maka tingkat bahaya
yang ditimbulkan akan semakin tinggi, baik secara langsung maupun tidak
langsung akan sangat mempengaruhi terhadap kesehatan maupun keselamatan bagi
tenaga kerja itu sendiri pada khususnya.
Dalam
pertambangan pasir gali, alat yang digunakan masih menggunakan peralatan
tradisional seperti cangkul, sekop, linggis, ayakan/penyaring dan balok kayu.
Untuk mendukung pekerjaan agar mendapatkan hasil yang maksimal digunakan pula
mesin penyedot air untuk mengeluarkan air dari lubang-lubang galian yang
umumnya sudah dapat mengeluarkan air karena kedalaman yang di lakukan sudah
memungkinkan sumber mata air dapat keluar. Penggunaan alat-alat tersebut
membutuhkan ketrampilan tersendiri, sehingga setiap pekerja diharuskan memahami
bagaimana penggunaan alat-alat tersebut. Pekerja yang dapat menggunakan
peralatan tersebut dengan baik dapat meminimalisasi resiko terjadinya
kecelakaan kerja.
4. Hubungan antara Perilaku Berbahaya dengan
Kejadian Kecelakaan Kerja
Dari hasil
penelitian diketahui ada hubungan antara perilaku berbahaya dengan kejadian
kecelakaan kerja nilai p = 0,010 (p<0,05). Semakin berbahaya perilaku
seseorang dalam bekerja maka semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja.
Perilaku manusia
dalam bekerja dapat menciptakan munculnya risiko yang berkaitan dengan
keselamatan kerja. Bentuk sikap yang bisa memunculkan terjadinya kecelakaan
kerja, antara lain tergesa-gesa, tidak bertanggungjawab, dan tidak memiliki
sikap kerja yang sesuai norma atau aturan. Munculnya perilaku seperti itulah
yang menjadi manifestasi dan merupakan simptom mendasar bagi
terciptanya personal maladjustment. Sehingga
individu bakal merasa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja, yang
membuatnya menjadi tidak seperti dirinya dan performance kerja yang dimunculkan tidak lagi sesuai dengan
kemampuan sebenarnya, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja.
Perilaku
berbahaya dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh
pekerja yang terlibat secara langsung. Suatu tindakan berbahaya yang merupakan
pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan oleh pekerja bisa secara
sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab terjadinya suatu
kecelakaan.
5.
Hubungan antara Praktik
Penggunaan APD dengan Kejadian Kecelakaan Kerja
Dari
hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara praktik penggunaan APD
dengan kejadian kecelakaan kerja nilai p= 0,005 (p<0,05) . Semakin kurang
baik praktik seseorang dalam menggunakan APD ketika bekerja maka semakin tinggi
tingkat kejadian kecelakaan kerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Handayani,
Wibowo dan Suryani (2010) yang berjudul “Hubungan
antara Alat Pelindung Diri,
Umur dan Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada
Pekerja Bagian Rustic di PT.
Borneo Melintang Buana
Eksport Yogyakarta”. Kesimpulan hasil penelitian tersebut adalah ada hubungan
antara penggunaan alat pelindung diri dengan kecelakaan kerja pada pekerja
bagian rustic PT. Borneo Melintang Buana Eksport Yogyakarta, diketahui dari
nilai p = 0,009 < 0,05, yang berarti ada hubungan yang signifikan (nyata)
antara penggunaan alat pelindung diri dengan kecelakaan kerja.
Faktor-faktor
yang menyebabkan kecelakaan kerja antara lain faktor mesin dan peralatan, yaitu
tidak adanya peralatan pelindung diri berupa sarung tangan, masker, pakaian
kerja yang tidak sesuai. Tingkat penggunaan alat pelindung diri sangat
berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. Semakin rendah frekuensi penggunaan
alat pelindung diri maka semakin besar kesempatan terjadinya kecelakaan kerja.
Banyaknya pekerja
yang tidak menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap, walaupun alat
pelindung diri bukan satu-satunya sarana untuk menghindari kecelakaan kerja,
dapat meningkatkan kejadian kecelakaan kerja pada penambang pasir. Alat
pelindung diri merupakan alternatif terakhir untuk menghindari bahaya-bahaya di
tempat kerja. Kecelakaan kerja dapat menimpa setiap penambang dalam melakukan
pekerjaan, karena kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang
tidak diinginkan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap
proses dalam suatu pekerjaan.
SIMPULAN
1. Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar responden sering mengalami kecelakaan kerja sebesar 51,8%.
2. Berdasarkan karakteristik
responden diketahui umur terendah 24 tahun dan tertinggi 59 tahun, masa kerja
responden paling sedikit 5 tahun dan paling lama 7 tahun sedangkan untuk
peralatan yang digunakan 67,9% responden menggunakan cangkul dan
32,1%menggunakan linggis.
3. Berdasarkan penilaian
variabel penelitian diketahui sebagian besar responden menunjukkan perilaku
yang tidak membahayakan sebesar 51,8% dan praktik yang baik dalam penggunaan
APD sebesar 69,6%.
4. Berdasarkan hasil pengujian
didapat hubungan antara umur, masa kerja, perilaku berbahaya dan praktik
penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir
gali. Sedangkan untuk peralatan kerja tidak ada perbedaan yang signifikan
antara peralatan yang
digunakan dengan kejadian kecelakaan kerja.
SARAN
1. Bagi pekerja tambang pasir
diharapkan bagi pekerja tambang pasir untuk meningkatkan kesadaran dalam
menjaga keselamatan dan kesehatan kerja Antara lain dengan menggunakan APD
sesuai prosedur yang ada, berperilaku aman sehingga tidak menyebabkan hal-hal
yang tidak diinginkan seperti terjadinya kecelakaan.
2. Bagi pengelola tambang hasil
penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi para pengelola tambang agar dapat
melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap perilaku para penambang yang
cenderung membahayakan diri sendiri maupun rekan kerja serta dalam penggunaan
alat kerja dan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan agar terciptanya kondisi yang aman sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja tanpa merugikan satu pihak manapun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiono Sugeng A.M, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja,
PT. Tri Tunggal Tata Fajar, Semarang: 1991
2. International Labour Office
Geneva. Seri Manajemen 131. Pencegahan
Kecelakaan PT. Pustaka Binaan
Pressindo. 1989.
3. Swaputri Eka. Analisis Penyebab Kecelakaan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. 2010. http://journal.unnes.ac.idnjuindex.phpkemasarticleview1866.pdf.di
di akses
pada tanggal 21oktober 2013.
4. Depkes.Undang undang
kesehatan RI pasal 23 tentang kesehatan kerja.Jakarta.1992
5. Suma’mur P.K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: PT. Gunung Agung, 1996
6. Handoko Hani. Manajemen
Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. BPFE, Yogyakarta.1987
7. Suma’mur P.K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja.
Jakarta: PT. Gunung Agung, 1996
8. Internasional Labour
Organization (ILO), Pencegahan Kecelakaan Kerja, PT. Pustaka Binaman Persindo,
Jakarta. 1989