Rabu, 24 Mei 2017

Kecelakaan di Pertambangan

PENDAHULUAN

Kecelakaan, hakekatnya merupakan peristiwa yang tidak terduga dan pasti tidak diharapkan oleh siapapun juga. Kejadian yang tidak terduga tersebut, jelas bukan merupakan suatu bentuk kesengajaan dan tidak direncanakan lebih dahulu. Pada peristiwa kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja, selalu akan berkaitan dengan hubungan kerja, yakni sebagai akibat pekerjaan atau pada waktu melaksanakan suatu pekerjaan, termasuk juga kecelakaan yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan menuju atau pulang dari tempat kerja.1

Kecelakaan juga timbul sebagai hasil gabungan dari beberapa faktor. Faktor yang paling utama adalah faktor peralatan teknis, lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Menurut ILO, setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan.2 Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.3

Timbulnya kecelakaan kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor manusia atau pekerja dan faktor lingkungan. Faktor manusia memegang peranan penting didalam terjadinya kecelakaan kerja sedangkan dari segi lingkungan temperatur yang ada di tempat kerja dipercaya sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja, suhu dilingkungan seperti pertambangan yang memiliki temperature 850F dilaporkan mengalami kecelakaan kerja tiga kali lebih besar dibanding perusahaan/tempat kerja yang memiliki suhu dibawahnya.4






Tambang pasir di Desa pegiringan termasuk dalam jenis pertambangan golongan C dengan jumlah pekerja mencapai 343 orang, yang dikelola oleh masyarakat sekitar dan tanpa adanya campur tangan dari pemerintah daerah. Pasir yang dihasilkan dipertambangan ini terkenal memiliki kualitas yang baik karena tidak tercampur dengan banyak tanah. Pertambangan ini masuk dalam jenis pekerjaan informal karena tidak berbadan hukum, siapapun boleh memasuki area tambang tanpa adanya izin dari pengelola, ketrampilan diperoleh dari luar sekolah. Dalam pengerjaannya tugas dibagi menjadi 3 bagian yaitu pekerja yang bertugas mengeruk tanah bagian atas dan bagian yang lain adalah mengeruk material pasir dibagian bawah, dan menaikan material ke atas truk pengangkut. Pekerja dibagian bawah termasuk dalam pekerjaan yang berbahaya karena cenderung terjadi kecelakaan seperti tertimpa batu dan tanah dari bagian atas yang sewaktu-waktu dapat longsor dan menimpa pekerja di bagian ini. Dari 2 kejadian kecelakaan terakhir pada tahun 2013 ini semuanya dialami oleh pekerja dibagian bawah yaitu yang bertugas mengeruk material pasir, umumnya kejadian terjadi secara tiba-tiba karena tanah dibagian atas longsor dan menimpa pekerja dibawahnya.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2013 diperoleh hasil bahwa 8 dari 10 responden yang diwawancarai mengaku pernah mengalami kecelakaan seperti terluka karena kondisi peralatan kerja yang sudah tidak layak untuk digunakan, contoh kasus lainnya yaitu tertimpa material batu atau tanah namun hal itu dianggap biasa dan hanya menimbulkan luka lebam pada bagian kepala. kecelakaan di tambang ini sering terjadi dengan kurun waktu 1 sampai 2 minggu sekali dan dengan jenis kecelakaan yang sama yaitu tertimpa






material galian. Hal ini perlu adanya usaha untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan kecelakaan kerja berdasarkan karakteristik pekerja seperti umur, masa kerja, perilaku berbahaya serta berdasarkan kondisi lingkungan sehingga kecelakaan kerja di area pertambangan pasir gali di desa Pegiringan dapat diketahui penyebabnya dan dapat dicegah, diturunkan bahkan dihilangkan angka kejadian kecelakaan tersebut.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir gali di Desa Pegiringan

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif yaitu menganalisis hubungan antara variabel bebas (umur, masa kerja, peralatan kerja, perilaku berbahaya dan praktik penggunaan APD) dengan variabel terikat (kejadian kecelakaan) Pada penelitian ini dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan, sedangkan metode penelitian adalah survei yakni peneliti melakukan pengambilan sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai pengumpulan data Pendekatan dalam penelitian ini adalah cross sectional dimana variabel bebas dan terikat diukur secara bersamaan.

Sampel yang di teliti adalah 56 responden dari jumlah seluruh populasi 343. Metode yang digunakan untuk analisis data adalah Uji Person Product Momen dan Uji Independent t test.






HASIL PENELITIAN

Responden dalam penelitian ini adalah pekerja tambang pasir gali di Desa Pegiringan Kabupaten Pemalang. Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah 56 reponden dari total seluruh populasi 343.

1.      Karakteristik responden

Tabel 1

Karakteristik pekerja (umur,masa kerja)

Variabel
Mean
Min
Max
SD







Umur (tahun)
42
24
59
8.2

Masa kerja (tahun)
5.9
5
7
0,7








Dari tabel 1 diketahui bahwa umur termuda adalah 24 tahun dan yang paling tua adalah 59 tahun. Sedangkan rata-rata pengalaman pekerja adalah paling rendah 5 tahun dan paling lama 7 tahun.

2.      Peralatan Kerja

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Peralatan Kerja Responden

Peralatan Kerja
Jumlah
%
Menggunakan cangkul
38
67,9
Menggunakan linggis
18
32,1
Jumlah
56
100


Dari tabel 2 menunjukkan bahwa cara kerja terbanyak pada responden adalah menggunakan cangkul yaitu sebesar 67,9%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menggunakan alat bantu kerja berupa cangkul dalam menambang pasir.






3.      Perilaku Berbahaya

Tabel 3
Distribusi Frekuensi Perilaku Berbahaya

Perilaku Berbahaya
Frekuensi
%



Membahayakan
27
48,2
Tidak membahayakan
29
51,8



Jumlah
56
100






Dari tabel 3 diperoleh bahwa sebagian besar responden menunjukkan perilaku yang tidak membahayakan sebesar 51,8%. Dengan demikian, tindakan sebagian besar responden tidak membahayakan dirinya sendiri ataupun pekerja lain.


4.      Praktik Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Praktik Penggunaan APD


Praktik Penggunaan APD
Frekuensi
%





Baik
39
69,6

Kurang
17
30,4





Jumlah
56
100






Dari hasil distribusi frekuensi tentang praktik penggunaan APD diperoleh data bahwa sebagian besar responden menunjukkan praktik yang baik sebesar 69,6%. Dengan demikian, tindakan sebagian besar responden baik dalam menggunakan APD selama bekerja.

5.      Kejadian Kecelakaan Kerja

Kejadian kecelakaan kerja dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sering dan jarang. Hasil uji normalitas data kejadian kecelakaan kerja diperoleh nilai p = 0,359 (p > 0,05), sehingga data berdistribusi normal.






Tabel 5
Distribusi Frekuensi Kejadian Kecelakaan Kerja

Kejadian Kecelakaan
Frekuensi
%
Kerja





Sering
29
51,8
Jarang
27
48,2



Jumlah
56
100





Dari tabel 4.7 diperoleh bahwa sebagian besar responden sering mengalami kecelakaan kerja sebesar 51,8%. Dengan demikian, sebagian besar responden sering mengalami kejadian kecelakaan di tempat kerja yang tidak diinginkan, tidak terduga-duga, tanpa terdapat unsur kesengajaan/perencanaan dan merugikan terhadap manusia dalam periode 6 bulan terakhir.

6.      Hubungan antara umur, masa kerja, peralatan kerja, perilaku berbahaya,

praktik penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja

Tabel 6

Hasil Analisis Bivariat Korelasi Pearson Product Moment dan Independent t test


No
Variabel Bebas

Variabel Terikat




Kecelakaan kerja









rxy
Nilai p
Keterangan







1.
Umur
-0,318
0,017
Ada hubungan

2.
Masa kerja
-0,317
0,017
Ada hubungan

3.
Perilaku berbahaya
0,343
0,010
Ada hubungan

4.
Praktik penggunaan APD
0,373
0,005
Ada hubungan

5.
Peralatan kerja
1,539
0,130
Tidak ada beda









Berdasarkan  tabel  6  diketahui  ada  hubungan  antara  umur,  masa  kerja,

perilaku berbahaya, praktik penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja

pada    pekerja    tambanh    pasir    gali    di    Desa    Pegiringan    Kabupaten    Pemalang,

sedangkan pada variabel peralatan kerja diketahui tidak ada beda yang signifikan






antara peralatan kerja yang digunakan dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir gali di Desa Pegiringan kabupaten Pemalang.


PEMBAHASAN

Menurut three main factor theory, kecelakaan dapat disebabkan oleh 3 faktor yaitu faktor pekerjaan, faktor manusia, dan faktor lingkungan. Selain ketiga faktor tersebut dapat ditambahkan tentang faktor yang berhubungan kejadian kecelakaan kerja seperti penggunaan APD pada tenaga kerja.5

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden sering mengalami kecelakaan kerja sebesar 51,8%. Hal ini berarti sebagian besar responden sering mengalami kejadian kecelakaan di tempat kerja yang tidak diinginkan, tidak terduga-duga, tanpa terdapat unsur kesengajaan/ perencanaan dan merugikan terhadap manusia itu sendiri. Hal ini didukung dengan jawaban responden yang menunjukkan jenis kecelakaan yang terjadi yaitu terpeleset/tersandung 3 kali (37,5%) dan terjatuh 3 kali (33,9%). Berdasarkan sifat kecelakaan kerja, responden mengalami luka sayat/iris (58,9%) dan terkilir (55,4%), sedangkan ditinjau dari bagian yang terkena kecelakaan kerja lebih banyak dialami pada bagian kaki (51,8%), tangan (50,0%) dan lengan (50,0%).

1.      Hubungan antara Umur dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Dari hasil penelitian diketahui ada hubungan antara umur dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir gali.

Umur seorang pekerja dapat dikaitkan dengan pengalaman kerja dalam hal mempergunakan macam-macam alat-alat pekerjaan, dimana semakin tua usia






seseorang maka pengalaman kerja itu sangat penting peranannya bagi peningkatan pencegahan kecelakaan kerja.

Hasil   penelitian    ini    sejalan    dengan    penelitian    Handayani,   Wibowo    dan

Suryani (2010) yang berjudul “Hubungan antara Alat Pelindung Diri, Umur dan Masa

Kerja   dengan    Kecelakaan    Kerja   pada    Pekerja   Bagian    Rustic    di   PT.   Borneo

Melintang Buana Eksport Yogyakarta”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada hubungan antara umur dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian Rustic PT. Borneo Melintang Buana Eksport Yogyakarta, hal ini dapat diketahui dari nilai P = 0,017 < 0,05 menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan (nyata) antara umur dengan kecelakaan kerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan golongan usia muda yang mengalami kecelakaan kerja lebih tinggi, hal ini disebabkan karena kelalaian dan kecerobohan dari pekerjaannya.5

Menurut Handoko, semakin tua umur seseorang maka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan yang dilakukannya. Alasan yang melatarbelakangi antara lain pengharapan-pengharapan yang lebih rendah dan penyesuaian yang lebih baik terhadap situasi kerja karena pengalaman yang dimiliki. Sedangkan pada pekerja yang lebih muda cenderung kurang terpuaskan karena berbagai pengharapan yang lebih tinggi dan kurangnya penyesuaian diri. Efek dari ketidakkepuasan kerja dapat dilihat dari tingkah laku pekerja ketika bekerja, yaitu cenderung ceroboh dan lalai dalam tugas.6






2.      Hubungan antara Masa Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir gali.

Menurut Suma’mur, pengaruh masa kerja dan pengalaman terhadap kejadian kecelakaan sulit untuk menarik kesimpulan karena faktor yang berbeda-beda yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Tenaga kerja yang sudah berpengalaman dan sudah lama menggeluti pekerjaannya akan lebih mudah dalam pengenalan lingkungan sehingga lebih berhati-hati dalam bekerja.7

Internasional Labour Organization (ILO) menyatakan bahwa masalah usia dan masa kerja merupakan faktor kunci penyebab kecelakaan tetapi harus diingat pula bahwa tingginya usia tidak otomatis dapat disamakan dengan banyaknya masa kerja. Studi di Amerika serikat menunjukan bahwa kurangnya pengalaman kerja merupakan faktor terpenting dalam penyebab kecelakaan.8 Hasil penelitian ini menunjukan semakin tinggi masa kerja maka semakin rendah terjadi kecelakaan
3.   Hubungan antara Peralatan Kerja dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil uji diketahui nilai t hitung adalah sebesar 1,539 sedangkan nilai signifikannya adalah 0,130 ini menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara antara menggunakan cangkul dengan menggunakan linggis dengan kejadian kecelakaan kerja.

Cara kerja berkaitan erat dengan pemanfaatan peralatan kerja yang digunakan. Penggunaan alat-alat tersebut tidak selamanya selaras dengan keahlian dan keterampilan tenaga kerja yang mengoperasikannya. Semakin kompleksnya peralatan dan semakin canggihnya penerapan teknologi dan proses industri yang






berlangsung, maka tingkat bahaya yang ditimbulkan akan semakin tinggi, baik secara langsung maupun tidak langsung akan sangat mempengaruhi terhadap kesehatan maupun keselamatan bagi tenaga kerja itu sendiri pada khususnya.

Dalam pertambangan pasir gali, alat yang digunakan masih menggunakan peralatan tradisional seperti cangkul, sekop, linggis, ayakan/penyaring dan balok kayu. Untuk mendukung pekerjaan agar mendapatkan hasil yang maksimal digunakan pula mesin penyedot air untuk mengeluarkan air dari lubang-lubang galian yang umumnya sudah dapat mengeluarkan air karena kedalaman yang di lakukan sudah memungkinkan sumber mata air dapat keluar. Penggunaan alat-alat tersebut membutuhkan ketrampilan tersendiri, sehingga setiap pekerja diharuskan memahami bagaimana penggunaan alat-alat tersebut. Pekerja yang dapat menggunakan peralatan tersebut dengan baik dapat meminimalisasi resiko terjadinya kecelakaan kerja.

4.    Hubungan antara Perilaku Berbahaya dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Dari hasil penelitian diketahui ada hubungan antara perilaku berbahaya dengan kejadian kecelakaan kerja nilai p = 0,010 (p<0,05). Semakin berbahaya perilaku seseorang dalam bekerja maka semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja.

Perilaku manusia dalam bekerja dapat menciptakan munculnya risiko yang berkaitan dengan keselamatan kerja. Bentuk sikap yang bisa memunculkan terjadinya kecelakaan kerja, antara lain tergesa-gesa, tidak bertanggungjawab, dan tidak memiliki sikap kerja yang sesuai norma atau aturan. Munculnya perilaku seperti itulah yang menjadi manifestasi dan merupakan simptom mendasar bagi






terciptanya personal maladjustment. Sehingga individu bakal merasa kesulitan beradaptasi dengan lingkungan kerja, yang membuatnya menjadi tidak seperti dirinya dan performance kerja yang dimunculkan tidak lagi sesuai dengan kemampuan sebenarnya, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja.

Perilaku berbahaya dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung. Suatu tindakan berbahaya yang merupakan pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan oleh pekerja bisa secara sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab terjadinya suatu kecelakaan.

5.    Hubungan antara Praktik Penggunaan APD dengan Kejadian Kecelakaan Kerja

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara praktik penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja nilai p= 0,005 (p<0,05) . Semakin kurang baik praktik seseorang dalam menggunakan APD ketika bekerja maka semakin tinggi tingkat kejadian kecelakaan kerja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Handayani,

Wibowo dan Suryani (2010) yang berjudul “Hubungan antara Alat Pelindung Diri,

Umur dan Masa Kerja dengan Kecelakaan Kerja pada Pekerja Bagian Rustic di PT.

Borneo Melintang Buana Eksport Yogyakarta”. Kesimpulan hasil penelitian tersebut adalah ada hubungan antara penggunaan alat pelindung diri dengan kecelakaan kerja pada pekerja bagian rustic PT. Borneo Melintang Buana Eksport Yogyakarta, diketahui dari nilai p = 0,009 < 0,05, yang berarti ada hubungan yang signifikan (nyata) antara penggunaan alat pelindung diri dengan kecelakaan kerja.






Faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja antara lain faktor mesin dan peralatan, yaitu tidak adanya peralatan pelindung diri berupa sarung tangan, masker, pakaian kerja yang tidak sesuai. Tingkat penggunaan alat pelindung diri sangat berpengaruh pada tingkat keselamatan kerja. Semakin rendah frekuensi penggunaan alat pelindung diri maka semakin besar kesempatan terjadinya kecelakaan kerja.

Banyaknya pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap, walaupun alat pelindung diri bukan satu-satunya sarana untuk menghindari kecelakaan kerja, dapat meningkatkan kejadian kecelakaan kerja pada penambang pasir. Alat pelindung diri merupakan alternatif terakhir untuk menghindari bahaya-bahaya di tempat kerja. Kecelakaan kerja dapat menimpa setiap penambang dalam melakukan pekerjaan, karena kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses dalam suatu pekerjaan.
SIMPULAN

1.    Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden sering mengalami kecelakaan kerja sebesar 51,8%.

2.    Berdasarkan karakteristik responden diketahui umur terendah 24 tahun dan tertinggi 59 tahun, masa kerja responden paling sedikit 5 tahun dan paling lama 7 tahun sedangkan untuk peralatan yang digunakan 67,9% responden menggunakan cangkul dan 32,1%menggunakan linggis.






3.    Berdasarkan penilaian variabel penelitian diketahui sebagian besar responden menunjukkan perilaku yang tidak membahayakan sebesar 51,8% dan praktik yang baik dalam penggunaan APD sebesar 69,6%.

4.    Berdasarkan hasil pengujian didapat hubungan antara umur, masa kerja, perilaku berbahaya dan praktik penggunaan APD dengan kejadian kecelakaan kerja pada pekerja tambang pasir gali. Sedangkan untuk peralatan kerja tidak ada perbedaan yang signifikan antara peralatan yang

digunakan dengan kejadian kecelakaan kerja.

SARAN

1.    Bagi pekerja tambang pasir diharapkan bagi pekerja tambang pasir untuk meningkatkan kesadaran dalam menjaga keselamatan dan kesehatan kerja Antara lain dengan menggunakan APD sesuai prosedur yang ada, berperilaku aman sehingga tidak menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti terjadinya kecelakaan.

2.    Bagi pengelola tambang hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan bagi para pengelola tambang agar dapat melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap perilaku para penambang yang cenderung membahayakan diri sendiri maupun rekan kerja serta dalam penggunaan alat kerja dan alat pelindung diri (APD) di tempat kerja sesuai dengan standar yang telah ditetapkan agar terciptanya kondisi yang aman sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja tanpa merugikan satu pihak manapun.






DAFTAR PUSTAKA



1.    Budiono Sugeng A.M, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, PT. Tri Tunggal Tata Fajar, Semarang: 1991

2.    International Labour Office Geneva. Seri Manajemen 131. Pencegahan Kecelakaan PT. Pustaka Binaan Pressindo. 1989.

3.    Swaputri Eka. Analisis Penyebab Kecelakaan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2010. http://journal.unnes.ac.idnjuindex.phpkemasarticleview1866.pdf.di di akses pada tanggal 21oktober 2013.

4.    Depkes.Undang undang kesehatan RI pasal 23 tentang kesehatan kerja.Jakarta.1992

5.    Suma’mur P.K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung, 1996

6.    Handoko Hani. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. BPFE, Yogyakarta.1987

7.    Suma’mur P.K. Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: PT. Gunung Agung, 1996


8.    Internasional Labour Organization (ILO), Pencegahan Kecelakaan Kerja, PT. Pustaka Binaman Persindo, Jakarta. 1989

Tidak ada komentar:

Posting Komentar