Rabu, 24 Mei 2017

Cara Pengolahan Pembangunan dalam Pertambangan Energi

1.Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk sebagai kegiatan ini adalah pengamatan melalui udara, survey geofisika, studi sedimen di aliran sungai dan studi geokimia yang lain, pembangunan jalan akses, pembukaan lahan untuk lokasi test pengeboran, pembuatan landasan pengeboran dan pembangunan anjungan pengeboran.
1. Ekstraksi dan Pembuangan Limbah Batuan
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka biasanya dilakukan dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying, tergantung pada bentuk geometris tambang dan bahan yang digali.
Ekstrasi bahan mineral dengan tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak gunung dan menimbulkan lubang yang besar. Salah satu teknik tambang terbuka adalah metode strip mining (tambang bidang). Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah.
Teknik pertambangan quarrying bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan batuan urugan jalan makadam. Untuk pengambilan batuan ornamen diperlukan teknik khusus agar blok-blok batuan ornamen yang diambil mempunyai ukuran, bentuk dan kualitas tertentu. Sedangkan untuk pengambilan bahan bangunan tidak memerlukan teknik yang khusus. Teknik yang digunakan serupa dengan teknik tambang terbuka.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar. Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam lubang tambang lebih terbatas.
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk samping dalam jumlah yang sangat banyak. Total limbah yang diproduksi dapat bervariasi antara 10 % sampai sekitar 99,99 % dari total bahan yang ditambang. Limbah utama yang dihasilkan adalah batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada diantara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah. Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.
Hal-hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian di dalam hal menentukan besar dan pentingnya dampak lingkungan pada kegiatan ekstraksi dan pembuangan limbah adalah:
1. Luas dan kedalaman zona mineralisasi
2. Jumlah batuan yang akan ditambang dan yang akan dibuang yang akan menentukan lokasi dan desain penempatan limbah batuan.
3. Kemungkinan sifat racun limbah batuan
4. Potensi terjadinya air asam tambang
5. Dampak terhadap kesehatan dan keselamatan yang berkaitan dengan kegiatan transportasi, penyimpanan dan penggunaan bahan peledak dan bahan kimia racun, bahan radio aktif di kawasan penambangan dan gangguan pernapasan akibat pengaruh debu.
6. Sifat-sifat geoteknik batuan dan kemungkinan untuk penggunaannya untuk konstruksi sipil (seperti untuk landscaping, dam tailing, atau lapisan lempung untuk pelapis tempat pembuangan tailing).
7. Pengelolaan (penampungan, pengendalian dan pembuangan) lumpur (untuk pembuangan overburden yang berasal dari sistem penambangan dredging dan placer).
8. Kerusakan bentang lahan dan keruntuhan akibat penambangan bawah tanah.
9. Terlepasnya gas methan dari tambang batubara bawah tanah.
Dampak potensial yang timbul sebagai akibat kegiatan ini akan berpengaruh terhadap komponen lingkungan seperti kualitas air dan hidrologi, flora dan fauna, hilangnya habitat alamiah, pemindahan penduduk, hilangnya peninggalan budaya atau situs-situs keagamaan dan hilangnya lahan pertanian serta sumberdaya kehutanan.
1. Pengolahan Bijih dan Operasional Pabrik Pengolahan
Tergantung pada jenis tambang, pengolahan bijih pada umumnya terdiri dari proses benefication – dimana bijih yang ditambang diproses menjadi konsentrat bijih untuk diolah lebih lanjut atau dijual langsung, diikuti dengan pengolahan metalurgi dan refining. Proses benefication umumnya terdiri dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan pengawaairan (dewatering) dan penyaringan. Hasil dari proses ini adalah konsentrat bijih dan limbah dalam bentuk tailing dan serta emisi debu. Tailing biasanya mengandung bahan kimia sisa proses dan logam berat.
Pengolahan metalurgi bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat bijih dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik dilaku-kan sebagai proses tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi seperti roasting (pembakaran) dan smelting menyebabkan terjadinya gas buang ke atmosfir (sebagai contoh, sulfur dioksida, partikulat dan logam berat) dan slag.
Metode hidrometalurgi pada umumnya menghasilkan bahan pencemar dalam bentuk cair yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika tidak digunakan kembali (recycle). Angin dapat menyebarkan tailing kering yang menyebabkan terja-dinya pencemaran udara. Bahan-bahan kimia yang digunakan di dalam proses pengolahan (seperti sianida, merkuri, dan asam kuat) bersifat berbahaya. Pengangkutan, penyimpanan, penggunaan, dan pembuangannya memerlukan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya gangguan terhadap kesehatan dan keselamatan serta mencegah pencemaran ke lingkungan.
Proses pengolahan batu bara pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan secara mekanis diikuti dengan pencucian batu bara untuk menghasilkan batubara berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat proses ini adalah pembuangan batuan limbah dan batubara tak terpakai, timbulnya debu dan pembuangan air pencuci.
2. Penampungan Tailing, Pengolahan dan Pembuangan
Pengelolaan tailing merupakan salah satu aspek kegiatan pertambangan yang menimbulkan dampak lingkungan sangat penting. Tailing biasanya berbentuk lumpur dengan komposisi 40-70% cairan. Penampungan tailing, pengolahan dan pembuangannya memerlukan pertimbangan yang teliti terutama untuk kawasan yang rawan gempa. Kegagalan desain dari sistem penampungan tailing akan menimbulkan dampak yang sangat besar, dan dapat menjadi pusat perhatian media serta protes dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Pengendalian polusi dari pembuangan tailing selama proses operasi harus memperhatikan pencegahan timbulnya rembesan, pengolahan fraksi cair tailing, pencegahan erosi oleh angin, dan mencegah pengaruhnya terhadap hewan-hewan liar.
Isu-isu penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing meliputi :
1. Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat penimbunan tailing dan potensi migrasi lindian dari tailing.
2. Daerah rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi keamanan lokasi dan desain teknis .
3. Konflik penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap ternak, binatang liar dan penduduk local.
4. Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk pengolahannya.
5. Reklamasi setelah pasca tambang.
Studi AMDAL juga harus mengevaluasi resiko yang disebabkan oleh kegagalan penampungan tailing dan pemrakarsa harus menyiapkan rencana tanggap darurat yang memadai. Pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan tanggap darurat ini harus dinyatakan secara jelas.
3. Pembangunan infrastruktur jalan akses dan pembangkit energi
Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem perpipaan untuk mengangkut tailing atau konsentrat bijih).
Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber energi.
2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta tingkat migrasi pendatang.
3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh masyarakat adat.
4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap penyakit menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis.
4. Pembangunan Pemukiman Karyawan Dan Base Camp Pekerja
Kebutuhan tenaga kerja dan kualifikasi yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan seringkali tidak dapat dipenuhi dari penduduk setempat. Tenaga kerja trampil perlu didatangkan dari luar, dengan demikian diperlukan pembangunan infrastruktur yang sangat besar.
Jika jumlah sumberdaya alam dan komponen-komponen lingkungan lainnya sangat terbatas sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pendatang, sumberdaya alam akan mengalami degradasi secara cepat. Akibatnya akan terjadi konflik sosial karena persaingan pemanfaatan sumber daya alam. Sebagai contoh, kegiatan pertambangan seringkali dikaitkan dengan kerusakan hutan, kontaminasi dan penurunan penyediaan air bersih, musnahnya hewan liar dan perdagangan hewan langka, serta penyebaran penyakit menular.
5. Decomisioning Dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di atas tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang selesai. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.
Metode Pengelolaaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut prinsip Best Management Practice. US EPA (1995) merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian dampak kegiatan tambang terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar.
Beberapa upaya pengendalian tersebut adalah :
1. Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
2. Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air
3. Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4. Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
5. Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing
6. Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.
7. Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.
8. Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang


Sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar