Minggu, 23 April 2017

Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan



Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri (Suryawati, 2005). Menurut world bank penduduk miskin adalah mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan atau mereka berada dibawah garis kemiskinan. Menurut Adisasmita (2005) mengemukakan kemiskinan merupakan masalah pembangunan yang ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan keterpurukan, masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan mempunyai akses yang terbatas terhadap kegiatan sosial ekonomi sehingga tertingggal jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi lebih tinggi. Fenomena kemiskinan telah berlangsung sejak lama, walaupun telah dilakukan berbagai upaya dalam menanggulanginya, namun sampai saat ini masih terdapat lebih dari 1,2 Milyar penduduk dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari 1 (satu) dolar perhari (Todaro, (2011). Tiga ciri utama negara berkembang yang menjadi penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama, prasarana dan sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabkan tingginya jumlah penduduk buta huruf dan tidak memiliki ketrampilan ataupun keahlian. Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola konsumsi buruk sehingga hanya sebahagian kecil penduduk yang bisa menjadi tenaga kerja produktif dan yang 2 ketiga adalah penduduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman (Jhingan, 2012). Menurut Subandi (2012) garis kemiskinan adalah tingkat pendapatan yang menunjukkan batas minimal bagi kelangsungan hidup manusia, dimana manusia hidup dalam tingkat kemelaratan. Hal ini berarti bahwa pendapatan yang diterima tidaklah cukup untuk membeli makanan yang bergizi, bahkan kepastian untuk bisa makan sehari-hari masih tidak menentu. Pendapatan tersebut juga tidak cukup untuk menyewa tempat berteduh yang sempit, apalagi yang memenuhi syarat kesehatan minimal. Pendapatan tersebut juga tidak cukup untuk memungkinkan sekedar pendidikan, orang tua berikut anak-beranak turun temurun terjerat dalam tingkat kemelaratan yang abadi. Menurut UNDP mendefinisikan kemiskinan sebagai kelaparan, ketiadaan tempat berlindung, ketidakmampuan berobat ke dokter jika sakit, tidak mempunyai akses ke sekolah dan buta huruf, tidak mempunyai pekerjaan, takut akan masa depan, hidup dalam hitungan harian, ketidakmampuan mendapatkan air bersih, ketidakberdayaan, serta tidak ada keterwakilan dan kebebasan. Hal ini juga sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Kuncoro (2006), juga mengatakan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan diantaranya adalah tingkat dan laju pertumbuhan output, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, dan investasi. Ukuran menurut World Bank menetapkan standar kemiskinan berdasarkan pendapatan per kapita. Penduduk yang pendapatan per kapitanya kurang dari 3 sepertiga rata-rata pendapatan perkapita nasional. Dalam konteks tersebut, maka ukuran kemiskinan menurut World Bank adalah USD $2 per orang per hari. Berbagai upaya telah di lakukan guna menekan angka kemiskinan, namun hingga saat ini kemiskinan tetap menjadi salah satu masalah yang belum terselesaikan. Menurut Arsyad (2010), pada tahun 1990 yang lalu, perhatian masyarakat terhadap masalah kemiskinan kembali digugah setelah cukup lama tidak banyak diperbincangkan di media massa. Jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun 1999 hingga 2000 mengalami penurunan, dari angka 47,97 juta jiwa atau 23,43% dari total penduduk pada tahun 1999 menjadi 31,02 juta jiwa atau sekitar 13,33% dari total penduduk di tahun 2010. Angka kemiskinan yang besar pada tahun 1999 dikarenakan terjadinya krisis ekonomi 1997-1998. Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang, tidak lepas dari masalah kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan guna menekan angka kemiskinan, namun hingga saat ini kemiskinan tetap menjadi salah satu satu masalah yang belum terselesaikan. Berdasarkan data bank dunia (2004), jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20%, tetapi telah mencapai 60% dari penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa. Hal ini di akibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk di manfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karena Sumber Daya Manusia (SDM), Sumber Daya Alam (SDA), dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Menurut Nurrochmat (2007), PDRB merupakan catatan tentang jumlah nilai rupiah dari barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam suatu negara untuk jangka waktu satu tahun. Pemerintah merupakan salah satu pihak 4 yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Data di lapangan yang menunjukkan masih banyaknya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan juga diperkuat oleh angka statistik yang memberikan informasi masih banyaknya jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dikategorikan super miskin oleh World Bank pada tahun 2007, yang mencapai 39 juta jiwa atau 17,75 persen dari total populasi (BPS, 2007). Berdasarkan data-data tersebut menunjukkan masalah kemiskinan sangatlah kompleks dan pemecahannya pun tidaklah mudah. Tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan memberikan kehidupan yang layak bagi masyarakat, yang pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan penduduk Indonesia (Todaro, 2011). Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan bukan hanya menjadi masalah pokok dan tanggung jawab pemerintah pusat, terlebih setelah dilaksanakannya otonomi daerah dimana setiap daerah diberi kewenangan dalam mengatur daerahnya masingmasing sehingga kemiskinan sekarang juga menjadi tanggung jawab utama pemerintah daerah. Permasalahan di Kabupaten Pasaman Barat tidak jauh berbeda dengan pemerintah pusat yaitu tingginya angka kemiskinan. Berdasarkan data dari BPS (dalam Tambunan) persentase kemiskinan menurut BPS Kabupaten Pasaman Barat tahun 2004-2014, bahwa persentase kemiskinan di Kabupaten Pasaman Barat berfluktuasi jika dibandingkan dengan seluruh Kabupaten di Sumatera Barat. Pada tahun 2005 persentase kemiskinan di Kabupaten Pasaman Barat sebesar -4,05% berarti angka tersebut menunjukkan terjadinya penurunan angka kemiskinan di 5 daerah tersebut dan pada tahun 2014 persentase kemiskinan sebesar 11,69% yang berarti angka tersebut menunjukkan terjadinya kenaikan jumlah kemiskinan. Meskipun dalam hal persentase tahun 2005 lebih rendah dari tahun 2014, namun pada kenyataannya dalam hal jumlah kemiskinan tahun 2014 lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2005. Tingkat pertambahan kemiskinan di Kabupaten Pasaman Barat yang berfluktuasi namun cenderung menurun diduga disebabkan karena adanya pengaruh PDRB, Pertumbuhan Penduduk dan Pengangguran Terbuka. Selanjutnya pertumbuhan PDRB di Kabupaten Pasaman Barat periode 2004- 2014, meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata pertumbuhan PDRB setiap tahunnya sebesar 6,42%. Pada tahun 2005, pertumbuhan PDRB sebesar 6,54% dan pada tahun 2014 pertumbuhan PDRB naik menjadi 6,69% sedikitnya kenaikan PDRB di Kabupaten Pasaman Barat diduga disebabkan karena tingginya pertumbuhan penduduk dan pengangguran serta tingginya pertumbuhan kemiskinan. Hal ini bisa dilihat dari data BPS pertumbuhan penduduk yang meningkat dari tahun berikutnya, dimana pertumbuhan penduduk tahun 2005 yaitu sebesar 2,46% dan pada tahun 2014 pertumbuhan penduduk sebesar 1,85%. Sama dengan halnya pertumbuhan tingkat kemiskinan, meskipun pada tahun 2005 pertumbuhan penduduk lebih besar dibandingkan dengan tahun 2014, namun berdasarkan jumlah pertumbuhan penduduk tahun 2014 lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2005. Sebaliknya, sama dengan tingkat kemiskinan, dengan pertumbuhan pengangguran Terbuka pada tahun 2005 yaitu sebesar -10,64% dan pengangguran pada tahun 2014 meningkat menjadi 36,88%. Alasan Penulis mengambil penelitian daerah Kabupaten Pasaman Barat adalah berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Supriatna (2000), yang mengatakan 6 Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, dan gizi serta kesejahteraannya sehingga menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan. Kemiskinan disebabkan oleh terbatasnya sumber daya manusia yang dimiliki dan dimanfaatkan terutama dari tingkat pendidikan formal maupun nonformal dan membawa konsekuensi terhadap pendidikan informal yang rendah. Rendahnya SDM yang dimiliki masyarakat kabupaten Pasaman Barat menandakan sistem pendidikan belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan para pembuat kebijakan. Alasan yang kedua adalah sesuai dengan teori menurut Mankiw (2007), yang mengatakan bahwa PDB atau PDRB dalam ukuran pada daerah sering dianggap ukuran terbaik dari kinerja perekonomian. PDRB kabupaten Pasaman Barat selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kontribusi terbesar penyumbang bagi PDRB adalah disektor Pertanian sebesar diatas 30%. Yang menjadi masalah adalah kenaikan tersebut hanya mampu mengurangi angka kemiskinan dalam skala kecil. Alasan yang terakhir adalah menurut Bupati Pasaman Barat mengatakan program 1 milyar per nagari sudah berhasil di cairkan kepada seluruh nagari yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Hal ini juga diapresiasi oleh Gubernur Sumbar yang hadir pada acara ulang tahun Kabupaten Pasaman Barat pada tanggal 7 januari 2015 yang lalu. Tujuan program tersebut untuk mengurangi kemiskinan dengan meningkatkan pemerataan pembangunan di seluruh nagari yang ada di Kabupaten Pasaman Barat. Namun program 1 milyar per nagari dinilai masih belum maksimal dikarenakan banyaknya yang perlu diperbaiki masing-masing nagari. 7 Jika kita membandingkan Kabupaten Pasaman Barat dengan Kabupaten pemekaran lainnya dalam segi jumlah penduduk miskin berdasarkan tahun 2013 maka kita bisa melihat kemiskinan yang paling tinggi diantara kabupaten Pasaman Barat, solok selatan dan Dharmasraya adalah Kabupaten Pasaman barat. Hal ini tertera di dalam BPS Sumatera Barat yaitu Kabupaten Pasaman Barat jumlah Penduduk miskin sebesar 31.070 jiwa, kabupaten Solok Selatan sebesar 12.560 jiwa dan Kabupaten Dharmasraya sebesar 16.420 jiwa. Oleh karena itu berdasarkan angka tersebut sungguh besar sekali angka kemiskinan kabupaten Pasaman Barat yang melebihi dua kali lipat angka kemiskinan kabupaten Solok Selatan. Dari beberapa penelitian terdahulu, dijelaskan bahwa PDRB, Pertumbuhan Penduduk, dan Pengangguran Terbuka berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Semakin tinggi PDRB maka tingkat kemiskinan akan semakin rendah atau berkurang, sedangkan Pertumbuhan penduduk dan Pengangguran Terbuka semakin tinggi akan meningkatkan jumlah kemiskinan. Namun penulis melihat kemiskinan itu masih besar jumlahnya di kabupaten Pasaman Barat hal ini bisa dilihat dari beberapa alasan sebelumnya yang telah dipaparkan dengan jelas. Berdasarkan hal itu maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh PDRB, Pertumbuhan Penduduk dan Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan di Kabupaten Pasaman Barat”.

Sumber:
http://scholar.unand.ac.id/2968/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar