Pendekatan faktual (primer), berdasarkan kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi (sudah menjadi pengalaman sejarah).
Occupatie: pendudukan suatu wilayah yang semula
tidak bertuan oleh sekelompok manusia/ suatu bangsa yang kemudian mendirikan
negara di wilayah tersebut. Contoh: Liberia yang diduduki budak-budak Negro
yang dimerdekakan pada tahun 1847.
Separatie: Suatu wilayah yang semula merupakan
bagian dari negara tertentu, kemudian memisahkan diri dari negara induknya dan
menyatakan kemerdekaan. Contoh: Belgia pada tahun 1839 melepaskan diri dari
Belanda.
Fusi: beberapa negara melebur menjadi satu negara
baru. Contoh: pembentukan Kerajaan Jerman pada tahun 1871.
Inovatie: Suatu negara pecah dan lenyap, kemudian di
atas bekas wilayah negara itu timbul negara(-negara) baru. Contoh: pada tahun
1832 Colombia pecah menjadi negara-negara baru, yaitu Venezuela dan Colombia
Baru (ingat pula negara-negara baru pecahan dari Uni Sovyet!).
Cessie: penyerahan suatu daerah kepada negara lain.
Contoh: Sleeswijk diserahkan oleh Austria kepada Prusia (Jerman).
Accessie: bertambahnya tanah dari lumpur yang
mengeras di kuala sungai (atau daratan yang timbul dari dasar laut) dan menjadi
wilayah yang dapat dihuni manusia sehingga suatu ketika telah memenuhi
unsur-unsur terbentuknya negara.
Anexatie: penaklukan suatu wilayah yang memungkinkan
pendirian suatu negara di wilayah itu setelah 30 tahun tanpa reaksi yang
memadai dari penduduk setempat.
Proklamasi: pernyataan kemerdekaan yang dilakukan
setelah keberhasilan merebut kembali wilayah yang dijajah bangsa/ negara asing.
Contoh: Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.
Pendekatan teoritis (sekunder),
yaitu dengan menyoal tentang bagaimana asal mula terbentuknya negara melalui
metode filosofis tanpa mencari bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut (karena
sulit dan bahkan tak mungkin), melainkan dengan dugaan-dugaan berdasarkan
pemikiran logis.
Teori Kenyataan
Timbulnya suatu negara merupakan soal kenyataan.
Apabila pada suatu ketika unsur-unsur negara (wilayah, rakyat, pemerintah yang
berdaulat) terpenuhi, maka pada saat itu pula negara itu menjadi suatu
kenyataan.
Teori Ketuhanan
Timbulnya negara itu adalah atas kehendak Tuhan.
Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich Julius
Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur
melalui proses evolusi, mulai dari keluarga, menjadi bangsa dan kemudian
menjadi negara. “Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya kekuatan dari
luar, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh disebabkan
kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan,” katanya.
Demikian pada umumnya negara mengakui bahwa selain
merupakan hasil perjuangan atau revolusi, terbentuknya negara adalah karunia
atau kehendak Tuhan. Ciri negara yang menganut teori Ketuhanan dapat dilihat
pada UUD berbagai negara yang antara lain mencantumkan frasa: “Berkat rahmat
Tuhan …” atau “By the grace of God”. Doktrin tentang raja yang bertahta
atas kehendak Tuhan (divine right of king) bertahan hingga abad XVII.
Teori Perjanjian Masyarakat
Teori ini disusun berdasarkan anggapan bahwa sebelum
ada negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktu itu
belum ada masyarakat dan peraturan yang mengaturnya sehingga kekacauan mudah
terjadi di mana pun dan kapan pun. Tanpa peraturan, kehidupan manusia tidak
berbeda dengan cara hidup binatang buas, sebagaimana dilukiskan oleh Thomas
Hobbes: Homo homini lupus dan Bellum omnium contra omnes.
Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan.
Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest itulah yang
menyadarkan manusia akan kebutuhannya: negara yang diperintah oleh seorang raja
yang dapat menghapus rasa takut.
Demikianlah akal sehat manusia telah membimbing
dambaan suatu kehidupan yang tertib dan tenteram. Maka, dibuatlah perjanjian
masyarakat (contract social). Perjanjian antarkelompok manusia yang
melahirkan negara dan perjanjian itu sendiri disebut pactum unionis.
Bersamaan dengan itu terjadi pula perjanjian yang disebut pactum
subiectionis, yaitu perjanjian antarkelompok manusia dengan penguasa yang
diangkat dalam pactum unionis. Isi pactum subiectionis adalah
pernyataan penyerahan hak-hak alami kepada penguasa dan berjanji akan taat
kepadanya.
Penganut teori Perjanjian Masyarakat antara lain:
Grotius (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanuel Kant (1724-1804), Thomas
Hobbes (1588-1679), J.J. Rousseau (1712-1778).
Ketika menyusun teorinya itu, Thomas Hobbes berpihak
kepada Raja Charles I yang sedang berseteru dengan Parlemen. Teorinya itu
kemudian digunakan untuk memperkuat kedudukan raja. Maka ia hanya mengakui pactum
subiectionis, yaitu pactum yang menyatakan penyerahan seluruh haknya
kepada penguasa dan hak yang sudah diserahkan itu tak dapat diminta kembali.
Sehubungan dengan itulah Thomas Hobbes menegaskan idealnya bahwa negara
seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/ absolut.
John Locke
menyusun teori Perjanjian Masyarakat dalam bukunya Two Treaties on Civil
Government bersamaan dengan tumbuh kembangnya kaum borjuis (golongan
menengah) yang menghendaki perlindungan penguasa atas diri dan kepentingannya.
Maka John Locke mendalilkan bahwa dalam pactum subiectionis tidak semua hak manusia
diserahkan kepada raja. Seharusnya ada beberapa hak tertentu (yang diberikan
alam) tetap melekat padanya. Hak yang tidak diserahkan itu adalah hak azasi
manusia yang terdiri: hak hidup, hak kebebasan dan hak milik. Hak-hak itu harus
dijamin raja dalam UUD negara. Menurut John Locke, negara sebaiknya berbentuk
kerajaan yang berundang-undang dasar atau monarki konstitusional.
J.J. Rousseau
dalam bukunya Du Contract Social berpendapat bahwa setelah menerima
mandat dari rakyat, penguasa mengembalikan hak-hak rakyat dalam bentuk hak
warga negara (civil rights). Ia juga menyatakan bahwa negara yang
terbentuk oleh Perjanjian Masyarakat harus menjamin kebebasan dan persamaan.
Penguasa sekadar wakil rakyat, dibentuk berdasarkan kehendak rakyat (volonte
general). Maka, apabila tidak mampu menjamin kebebasan dan persamaan,
penguasa itu dapat diganti.
Mengenai kebenaran tentang terbentuknya negara oleh
Perjanjian Masyarakat itu, para penyusun teorinya sendiri berbeda pendapat. Grotius
menganggap bahwa Perjanjian Masyarakat adalah kenyataan sejarah, sedangkan
Hobbes, Locke, Kant, dan Rousseau menganggapnya sekadar khayalan logis.
Teori Kekuasaan
Teori Kekuasaan menyatakan bahwa negara terbentuk
berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan negara,
karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya terhadap orang
lain sebagaimana disindir oleh Kallikles dan Voltaire: “Raja yang
pertama adalah prajurit yang berhasil”.
Karl Marx berpandangan
bahwa negara timbul karena kekuasaan. Menurutnya, sebelum negara ada di dunia
ini telah terdapat masyarakat komunis purba. Buktinya pada masa itu belum
dikenal hak milik pribadi. Semua alat produksi menjadi milik seluruh
masyarakat. Adanya hak milik pribadi memecah masyarakat menjadi dua kelas yang bertentangan,
yaitu kelas masyarakat pemilik alat-alat produksi dan yang bukan pemilik. Kelas
yang pertama tidak merasa aman dengan kelebihan yang dimilikinya dalam bidang
ekonomi. Mereka memerlukan organisasi paksa yang disebut negara, untuk
mempertahankan pola produksi yang telah memberikan posisi istimewa kepada
mereka dan untuk melanggengkan pemilikan atas alat-alat produksi tersebut.
H.J. Laski
berpendapat bahwa negara berkewenangan mengatur tingkah laku manusia. Negara
menyusun sejumlah peraturan untuk memaksakan ketaatan kepada negara.
Leon Duguit
menyatakan bahwa seseorang dapat memaksakan kehendaknya terhadap orang lain
karena ia memiliki kelebihan atau keistimewaan dalam bentuk lahiriah (fisik),
kecerdasan, ekonomi dan agama.
Teori Hukum Alam
Para penganut teori hukum alam menganggap adanya
hukum yang berlaku abadi dan universal (tidak berubah, berlaku di setiap waktu
dan tempat). Hukum alam bukan buatan negara, melainkan hukum yang berlaku
menurut kehendak alam.
Penganut Teori Hukum Alam antara lain:
Masa Purba: Plato (429-347 SM) dan Aristoteles
(384-322 SM)
Masa Abad Pertengahan: Augustinus (354-430) dan
Thomas Aquino (1226-1234)
Masa Renaissance: para penganut teori Perjanjian
Masyarakat
Menurut Plato, asal mula terjadinya negara
adalah karena:
adanya keinginan dan kebutuhan manusia yang beraneka
ragam sehingga menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan
hidup;
manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
tanpa berhubungan dengan manusia lain dan harus menghasilkan segala sesuatu
yang bisa melebihi kebutuhannya sendiri untuk dipertukarkan;
mereka saling menukarkan hasil karya satu sama lain
dan kemudian bergabung dengan sesamanya membentuk desa;
hubungan kerja sama antardesa lambat laun
menimbulkan masyarakat (negara kota).
Aristoteles
meneruskan pandangan Plato tentang asal mula terjadinya negara. Menurutnya,
berdasarkan kodratnya manusia harus berhubungan dengan manusia lain dalam
mempertahankan keberadaannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Hubungan itu pada
awalnya terjadi di dalam keluarga, kemudian berkembang menjadi suatu kelompok
yang agak besar. Kelompok-kelompok yang terbentuk dari keluarga-keluarga itu
kemudian bergabung dan membentuk desa. Dan kerja sama antardesa melahirkan
negara kecil (negara kota).
Maka, jika digambarkan, terbentuknya negara menurut
Aristoteles adalah sebagai berikut:
Augustinus
dan Thomas Aquino mendasarkan teori mereka pada ajaran agama. Augustinus
menganggap bahwa negara (kerajaan) yang ada di dunia ini adalah ciptaan iblis (Civitate
Diaboli), sedangkan Kerajaan Tuhan (Civitate Dei) berada di alam
akhirat. Gereja dianggap sebagai bayangan Civitate Dei yang akan mengarahkan
hukum buatan manusia kepada azas-azas Kristen yang abadi. Sedangkan Thomas
Aquino berpendapat bahwa negara merupakan lembaga alamiah yang lahir karena
kebutuhan sosial manusia. Negara adalah lembaga yang bertujuan menjamin
ketertiban dalam kehidupan masyarakat, penyelenggara kepentingan umum, dan
penjelmaan yang tidak sempurna dari kehendak masyarakatnya.
Teori Hukum Murni
Menurut Hans Kelsen, negara adalah suatu
kesatuan tata hukum yang bersifat memaksa. Setiap orang harus taat dan tunduk.
Kehendak negara adalah kehendak hukum. Negara identik dengan hukum.
Paul Laband
(1838-1918) dari Jerman memelopori aliran yang meneliti negara semata-mata dari
segi hukum. Pemikirannya diteruskan oleh Hans Kelsen (Austria) yang mendirikan
Mazhab Wina. Hans Kelsen mengemukakan pandangan yuridis yang sangat ekstrim:
menyamakan negara dengan tata hukum nasional (national legal order) dan
berpendapat bahwa problema negara harus diselesaikan dengan cara normatif. Ia
mengabaikan faktor sosiologis karena hal itu hanya akan mengaburkan analisis
yuridis. Hans Kelsen dikenal sebagai pejuang teori hukum murni (reine
rechtslehre), yaitu teori mengenai mengenai pembentukan dan perkembangan
hukum secara formal, terlepas dari isi material dan ideal norma-norma hukum
yang bersangkutan. Menurut dia, negara adalah suatu badan hukum (rechtspersoon,
juristic person), seperti halnya NV, CV, PT. Dalam definisi Hans Kelsen,
badan hukum adalah “sekelompok orang yang oleh hukum diperlakukan sebagai suatu
kesatuan, yaitu sebagai suatu person yang memiliki hak dan kewajiban.” (General
Theory of Law and State, 1961). Perbedaan antara negara sebagai badan hukum
dengan badan-badan hukum lain adalah bahwa negara merupakan badan badan hukum
tertinggi yang bersifat mengatur dan menertibkan.
Teori Modern
Teori modern menitikberatkan fakta dan sudut
pandangan tertentu untuk memeroleh kesimpulan tentang asal mula, hakikat dan
bentuk negara. Para tokoh Teori Modern adalah Prof.Mr. R. Kranenburg dan
Prof.Dr. J.H.A. Logemann.
Kranenburg
mengatakan bahwa pada hakikatnya negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang
diciptakan sekelompok manusia yang disebut bangsa. Sebaliknya, Logemann
mengatakan bahwa negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang menyatukan
kelompok manusia yang kemudian disebut bangsa. Perbedaan pandangan mereka
sesungguhnya terletak pada pengertian istilah bangsa. Kranenburg
menitikberatkan pengertian bangsa secara etnologis, sedangkan Logemann lebih
menekankan pengertian rakyat suatu negara dan memperhatikan hubungan
antarorganisasi kekuasaan dengan kelompok manusia di dalamnya.
Menurut Georg Jellinek pun, terjadinya negara
dapat dilihat secara primer dan sekunder dengan pembahasan yang agak berbeda
sebagai berikut:
a) Terjadinya negara secara primer
melalui empat tahap:
Persekutuan masyarakat (genootschap)
Tahap ini merupakan suatu masa ketika masyarakat
hidup dalam suatu kelompok dengan kedudukan yang sama. Mereka bergabung dalam
kelompok untuk kepentingan bersama dan didasarkan pada persamaan. Untuk
mengurus kepentingan mereka, dipilihlah seorang yang terkemuka di antara mereka
(primus inter pares) yang diberi wewenang memimpin menurut adat istiadat.
Kerajaan (rijk)
Primus inter pares
dari suatu persekutuan lambat laun menguasai pula kelompok-kelompok lain
sebagai akibat dari kemenangannya dalam pertentangan antarkelompok. Berkat
kekuasaannya itu ia menjadi raja.
Negara (staat)
Pada masa kerajaan, sudah ada pemerintah pusat,
tetapi belum mampu mengurus dan mengendalikan pemerintah daerah-daerah
taklukannya. Karena itu raja kemudian bertindak sewenang-wenang untuk
menyebarkan kewibawaannya di seluruh daerah yang dikuasainya dan menyatukan
semuanya dalam suatu pemerintahan absolut. Kesatuan kewibawaan itu melahirkan
negara.
Negara demokrasi (democratische natie)
Negara demokrasi lahir sebagai reaksi terhadap
kekuasaan raja yang sewenang-wenang. Pada masa ini, rakyat yang menyadari
kedaulatannya bertindak merebut kekuasaan pemerintahan dari raja. Untuk
mencegah kembalinya kekuasaan absolut, rakyat membentuk undang-undang yang
menjamin hak-hak rakyat dan membatasi kekuasaan raja.
Diktatur (dictatuur)
Diktatur adalah pemerintahan yang dipimpin oleh seorang
pilihan rakyat yang kemudian berkuasa secara mutlak. Istilah Kranenburg untuk
diktatur adalah autokrasi, sedangkan Otto Koelreuter menyebutnya autoritaire
fuhrerstaat.
Ada dua kelompok pendapat yang berlainan tentang
diktatur. Kelompok pertama berpendapat bahwa diktatur merupakan perkembangan
lebih lanjut dari negara demokrasi, sedangkan kelompok lainnya menganggap
diktatur sebagai variasi atau penyelewengan dari negara demokrasi.
Diktatur dapat dibedakan menjadi empat
macam, yaitu:
diktatur legal (legale dictatuur), yaitu suatu
pemerintahan yang dipegang oleh seseorang dalam suatu masa tertentu untuk
mengatasi keadaan bahaya yang mengancam negara;
diktatur nyata (feitelijk dictatuur) atau diktatur
ilegal yang terjadi dalam keadaan negara masih berstatus negara demokrasi;
diktatur partai (party dictatuur), yaitu diktatur
yang didukung oleh satu partai politik saja (misalnya: Partai Fascis di Italia
pada masa Mussolini dan Partai Nazi di Jerman pada masa Hitler);
diktatur proletar (proletare dictatuur), yaitu
diktatur yang didukung oleh kaum proletar (buruh dan petani kecil). Dalam
diktatur proletariat ini kekuasaan negara dipegang oleh sekelompok pemimpin
Partai Komunis yang menganggap dirinya sebagai wakil dari golongan proletar.
b) Terjadinya negara secara
sekunder:
Terjadinya negara secara primer membicarakan
bagaimana kelompok atau persekutuan masyarakat yang sederhana berkembang
menjadi suatu negara. Sedangkan terjadinya negara secara sekunder membicarakan
bagaimana terbentuknya negara baru yang dihubungkan dengan pengakuan dari
negara lain.
Pengakuan dari negara lain dibedakan menjadi dua
macam, yaitu pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de
facto adalah pengakuan menurut kenyataan bahwa di suatu wilayah telah
berdiri suatu negara. Pengakuan ini bersifat sementara karena masih perlu
dilakukan penelitian mengenai prosedur terjadinya negara tersebut berdasarkan
hukum yang berlaku. Pengakuan de facto dapat meningkat menjadi pengakuan
de jure (menurut hukum) setelah persyaratan hukum berdirinya suatu
negara baru dipenuhi. Pengakuan de jure yang bersifat tetap dan
seluas-luasnya biasa diberikan kepada negara baru setelah pemerintahannya
relatif stabil.
1) Teori Organis
Tokoh: Herbert Spencer, F.J. Schmittenner,
Constantin Frantz, dan Bluntschi.
Para penganut teori ini berpendapat bahwa negara
adalah suatu organisme, selayaknya makhluk hidup. Individu yang menjadi
komponen negara diibaratkan sebagai sel-sel makhluk hidup itu. Fisiologi negara
sama dengan makhluk hidup yang mengalami kelahiran, pertumbuhan, perkembangan
dan kematian.
2) Teori Anarkhis
3) Teori Mati Tuanya Negara
Faktor Alam: suatu negara dapat lenyap secara
alamiah, misalnya karena gunung meletus, tenggelamnya pulau atau bencana alam
lain. Lenyapnya suatu wilayah berarti lenyapnya negara dari percaturan dunia.
Faktor Sosial: suatu negara yang sudah diakui
negara-negara lain suatu ketika dapat lenyap antara lain karena: terjadinya
revolusi (kudeta yang berhasil), penaklukan, persetujuan, penggabungan
http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar