Senin, 30 Maret 2015

Kasus Demokrasi



Kasus Angelina Sondakh korupsi korporasi

 Semangat KPK menjadikan Angelina Sondakh sebagai pintu masuk pengungkapan kasus megakorupsi harus benar-benar terwujud. KPK tak boleh berhenti pada keterlibatan tersangka dalam kasus Wisma Atlet, tapi meluas pada bentuk korupsi korporasi.
 
Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) DR Agus Surono menegaskan, sejak awal KPK telah menempatkan kasus Angie, sapaan akrab Angelina Sondakh, sebagai titik awal. Semangat tersebut sangatlah baik dan tepat. Tidak boleh lagi keluar dari track yang telah dipersiapkan.

’’Ini yang saya ingatkan. Kasus Angie bukanlah pada tindak pidana korupsi biasa. Tapi sudah bisa masuk pada kejahatan korporasi. Itu jauh lebih hebat lagi perkaranya,’’ ujar Agus di Jakarta, kemarin.
 
Menurut Agus, kejelian penyidik dalam menggali informasi sangatlah penting. Penyidik perlu melihat perkara ini sejak awal sebagai korupsi korporasi. Dugaan ini bisa menjadi pondasi bagi penyidik. Sebab, sejak kasus ini mencuat, sudah terlihat indikasi korupsi korporasi itu. Tak pantas KPK mengalihkan perkara sebatas korupsi biasa.

’’Memang tak mudah. Penyidik harus bekerja optimal. Keamanan informasi dari tersangka Angie pun harus dijaga,’’ tuturnya.

Dia menerangkan, hambatan mengungkap korupsi korporasi terletak pada keterangan tersangka. Dalam kasus ini sangat kental sekali muatan politiknya. Akibatnya tersangka yang ingin menyampaikan keterangan secara detil pun mendapat tekanan.

Doktor bidang hukum ini meyakini, penyidik pun tak lepas dari tekanan politik. Tujuannya mengarahkan kasus ini tidak berkembang pada lingkup korupsi korporasi. Meskipun bukti dan datanya sangat kuat mengarah pada kejahatan tersebut.

’’Kita sering melihat perkara korupsi sebatas pada jumlah tersangka. Padahal korupsi modern itu sudah lebih hebat dari deretan pelaku semata,’’ ungkapnya. Jika nanti KPK tergiring pada deretan pelaku saja, Agus sangat menyesali.

Prestasi KPK mengungkap kasus korupsi, bukan pada deretan pelaku. Tapi juga dari melihat model dan pola kejahatan yang dilakukan.
 
Untuk itulah, dia meminta penyidik KPK dapat secara detil melihat celah informasi yang ada.  Mendalami data dan bukti-bukti, mampu keluar dari tekanan politik dan tak terpengaruh pada situasi eksternal.

Apakah korupsi korporasi itu mengarah pada partai politik? Agus menjelaskan korupsi korporasi itu bisa terjadi pada lembaga apapun. Dengan bentuk organisasi yang beragam, termasuk partai politik.

Dalam tindak pidananya, dia mengakui tetap mengarah pada objek pelakunya. Yakni pengurus atau pimpinan dalam organisasi itu. Tidak pada lembaganya. Jika indikasi korupsi korporasi mengarahpada partai politik, apa sanksinya"

Agus menegaskan sanksi bagi korporasi yang terlibat korupsi bisa dibekukan. Jadi secara pandangan hukum ada dua yang mendapatkan sanksi, yakni pengelola organisasi dan organisasinya. ’’Kalau nanti partai terkait itu dibubarkan karena terlibat korupsi, itu memang risiko,’’ungkapnya.

Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia DR. Harsil Hartanto menambahkan, dalam pengungkapan kasus Angie ini kental harapan publik. Agar perkaranya tidak berhenti pada tindak korupsi, tapi juga pencucian uang.

Desakan itu, menurut dia, jadi dilema. Pertama, secara hukum KPK hanya diarahkan pada pengungkapan kasus korupsi, bukan tindak pidana pencucian uang. Kedua KPK harus melibatkan kejaksaan dalam menyeret tersangka dengan kasus tindak pidana pencucian uang.

Tentunya, lanjut dia, fokus pada tindak korupsi saja membuat putusannya menjadi tak memenuhi harapan publik. Sebab, vonis hakim sering tak memenuhi harapan publik. Nilai kerugian yang didapat pun tidak sebanding.

’’Kalau tersangka diseret dengan pasal pencucian uang, tentu perkaranya bisa meluas. Paling tidak vonis dan harta sitaan negara bisa lebih besar lagi,’’ paparnya.
Namun jika dipaksakan dalam kasus pencucian uang, dia menilai KPK harus terbuka dengan kejaksaan menyeret perkaranya. Artinya dakwaan itu harus dilimpahkan ke kejaksaan sebagai penuntut umumnya. ’’Di sinilah ada tekanan terjadi. Mau tidak kejaksaan menyeret pencucian uang dalam kasus Angie,’’ jelas Harsil.

Dia merasa peran Jaksa Agung untuk menggiring perkara Angie dalam tindak pencucian uang sangat diharapkan. Lembaga kejaksaan secara internal memiliki jaksa andal dalam pengungkapan pencucian uang. ”Jaksa Agung harus menunjuk jaksa itu. Saya tahu persis jaksa mana yang punya kemampuan itu,’’ imbuhnya.
Harsil merasa pengarahan kasus Angie bakal sangat kental. Tekanan poitik bakal gencar dihadapi KPK. Penyidik dan tersangka tak mungkin lepas dari tekanan tersebut. Semuanya membuat KPK menjadi kerdil dalam penggiringan perkara.


Penyelesaiannya :
Angie harus berbicara terus terang, sehingga hukumannya dapat dikurangi. Kalau Angie mau buka-bukaan, masih ada peluang bagi dia untuk kembali tampil di publik sesudah menjalani hukuman. Dan selain itu  Angie juga harus mau bekerja sama dengan KPK.

Dan selain itu ia juga seharusnyamenerima tawaran LPSK untuk menjadi justice collaborator .karena tawaran ini adalah tawaran yang realistis dan mencerminkan rasa keadilan. Pasalnya, LPSK meyakini bahwa Angie bukan otak atau dalang dari kasus korupsi Wisma Atlet maupun kasus korupsi di Kemdikbud. 

Jadi seharusnya angie itu harus bekerja sama dengan KPK dan LPSK mengenai sebuah
kejujuran tentang kasus yang telah menyeret nama baiknya,karena dia hanya sebagai korban.yang diikut-ikutkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar