Kasus Angelina Sondakh korupsi korporasi
Semangat KPK menjadikan Angelina Sondakh sebagai pintu masuk
pengungkapan kasus megakorupsi harus benar-benar terwujud. KPK tak boleh
berhenti pada keterlibatan tersangka dalam kasus Wisma Atlet, tapi meluas pada
bentuk korupsi korporasi.
Pengamat hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) DR Agus
Surono menegaskan, sejak awal KPK telah menempatkan kasus Angie, sapaan akrab
Angelina Sondakh, sebagai titik awal. Semangat tersebut sangatlah baik dan
tepat. Tidak boleh lagi keluar dari track yang telah dipersiapkan.
’’Ini yang saya ingatkan. Kasus Angie bukanlah pada tindak
pidana korupsi biasa. Tapi sudah bisa masuk pada kejahatan korporasi. Itu jauh
lebih hebat lagi perkaranya,’’ ujar Agus di Jakarta, kemarin.
Menurut Agus, kejelian penyidik dalam menggali informasi
sangatlah penting. Penyidik perlu melihat perkara ini sejak awal sebagai
korupsi korporasi. Dugaan ini bisa menjadi pondasi bagi penyidik. Sebab, sejak
kasus ini mencuat, sudah terlihat indikasi korupsi korporasi itu. Tak pantas
KPK mengalihkan perkara sebatas korupsi biasa.
’’Memang tak mudah. Penyidik harus bekerja optimal. Keamanan
informasi dari tersangka Angie pun harus dijaga,’’ tuturnya.
Dia menerangkan, hambatan mengungkap korupsi korporasi terletak
pada keterangan tersangka. Dalam kasus ini sangat kental sekali muatan
politiknya. Akibatnya tersangka yang ingin menyampaikan keterangan secara detil
pun mendapat tekanan.
Doktor bidang hukum ini meyakini, penyidik pun tak lepas
dari tekanan politik. Tujuannya mengarahkan kasus ini tidak berkembang pada
lingkup korupsi korporasi. Meskipun bukti dan datanya sangat kuat mengarah pada
kejahatan tersebut.
’’Kita sering melihat perkara korupsi sebatas pada jumlah
tersangka. Padahal korupsi modern itu sudah lebih hebat dari deretan pelaku
semata,’’ ungkapnya. Jika nanti KPK tergiring pada deretan pelaku saja, Agus
sangat menyesali.
Prestasi KPK mengungkap kasus korupsi, bukan pada deretan
pelaku. Tapi juga dari melihat model dan pola kejahatan yang dilakukan.
Untuk itulah, dia meminta penyidik KPK dapat secara detil
melihat celah informasi yang ada. Mendalami data dan bukti-bukti, mampu
keluar dari tekanan politik dan tak terpengaruh pada situasi eksternal.
Apakah korupsi korporasi itu mengarah pada partai politik?
Agus menjelaskan korupsi korporasi itu bisa terjadi pada lembaga apapun. Dengan
bentuk organisasi yang beragam, termasuk partai politik.
Dalam tindak pidananya, dia mengakui tetap mengarah pada
objek pelakunya. Yakni pengurus atau pimpinan dalam organisasi itu. Tidak pada
lembaganya. Jika indikasi korupsi korporasi mengarahpada partai politik, apa
sanksinya"
Agus menegaskan sanksi bagi korporasi yang terlibat korupsi
bisa dibekukan. Jadi secara pandangan hukum ada dua yang mendapatkan sanksi, yakni
pengelola organisasi dan organisasinya. ’’Kalau nanti partai terkait itu
dibubarkan karena terlibat korupsi, itu memang risiko,’’ungkapnya.
Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia DR. Harsil
Hartanto menambahkan, dalam pengungkapan kasus Angie ini kental harapan publik.
Agar perkaranya tidak berhenti pada tindak korupsi, tapi juga pencucian uang.
Desakan itu, menurut dia, jadi dilema. Pertama, secara hukum
KPK hanya diarahkan pada pengungkapan kasus korupsi, bukan tindak pidana
pencucian uang. Kedua KPK harus melibatkan kejaksaan dalam menyeret tersangka
dengan kasus tindak pidana pencucian uang.
Tentunya, lanjut dia, fokus pada tindak korupsi saja membuat
putusannya menjadi tak memenuhi harapan publik. Sebab, vonis hakim sering tak
memenuhi harapan publik. Nilai kerugian yang didapat pun tidak sebanding.
’’Kalau tersangka diseret dengan pasal pencucian uang, tentu
perkaranya bisa meluas. Paling tidak vonis dan harta sitaan negara bisa lebih
besar lagi,’’ paparnya.
Namun jika dipaksakan dalam kasus pencucian uang, dia menilai KPK harus terbuka dengan kejaksaan menyeret perkaranya. Artinya dakwaan itu harus dilimpahkan ke kejaksaan sebagai penuntut umumnya. ’’Di sinilah ada tekanan terjadi. Mau tidak kejaksaan menyeret pencucian uang dalam kasus Angie,’’ jelas Harsil.
Namun jika dipaksakan dalam kasus pencucian uang, dia menilai KPK harus terbuka dengan kejaksaan menyeret perkaranya. Artinya dakwaan itu harus dilimpahkan ke kejaksaan sebagai penuntut umumnya. ’’Di sinilah ada tekanan terjadi. Mau tidak kejaksaan menyeret pencucian uang dalam kasus Angie,’’ jelas Harsil.
Dia merasa peran Jaksa Agung untuk menggiring perkara Angie
dalam tindak pencucian uang sangat diharapkan. Lembaga kejaksaan secara
internal memiliki jaksa andal dalam pengungkapan pencucian uang. ”Jaksa Agung
harus menunjuk jaksa itu. Saya tahu persis jaksa mana yang punya kemampuan
itu,’’ imbuhnya.
Harsil merasa pengarahan kasus Angie bakal sangat kental.
Tekanan poitik bakal gencar dihadapi KPK. Penyidik dan tersangka tak mungkin
lepas dari tekanan tersebut. Semuanya membuat KPK menjadi kerdil dalam
penggiringan perkara.
Penyelesaiannya :
Angie harus berbicara terus terang, sehingga hukumannya
dapat dikurangi. Kalau Angie mau buka-bukaan, masih ada peluang bagi dia untuk
kembali tampil di publik sesudah menjalani hukuman. Dan selain itu Angie juga harus mau bekerja sama dengan KPK.
Dan selain itu ia juga seharusnyamenerima tawaran LPSK untuk
menjadi justice collaborator .karena tawaran ini adalah tawaran yang
realistis dan mencerminkan rasa keadilan. Pasalnya, LPSK meyakini bahwa
Angie bukan otak atau dalang dari kasus korupsi Wisma Atlet maupun kasus
korupsi di Kemdikbud.
Jadi seharusnya angie itu harus bekerja sama dengan KPK dan
LPSK mengenai sebuah
kejujuran tentang kasus yang telah menyeret nama
baiknya,karena dia hanya sebagai korban.yang diikut-ikutkan oleh orang-orang
yang tidak bertanggung jawab.
Sumber : http://al-jadiyd.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar